Kamis, 01 Januari 2015

TUGAS 3 IKLAN DALAM ETIKA DAN ESTETIKA



Abstrak
Salah satu cara yang dilakukan sebuah perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan promosi, dengan adanya promosi dari perusahaan tersebut, maka masyarakat bisa mengenal produk yang ditawarkan atau dijual oleh perusahaan tersebut. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Sebuah perusahaan untuk mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya untuk target marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat bahkan yang bukan target marketnya. Tujuan penulisan tugas ini adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip moral yang perlu dalam iklan dan untuk mengetahui contoh iklan yang berkaitan dalam etika. Dari hasil penelitian diketahui bahwa iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi calon pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri. Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi tidak terlepas juga dari segi informatifnya), karena dimanipulasi, seseorang mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut.

BAB I
PENDAHULUAN

       1.1.    Latar Belakang

Dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya, setiap produsen akan mecoba unutk memperkenalkan produk yang mereka buat itu agar dikenal dan membuat masyarakat berminat akan produk yang meereka buat itu. Inilah yang disebut iklan. Iklan merupakan salah satu media yang efektif bagi setiap perusahaan dalam memperkenalkan produknya itu. Dalam beriklan juga terdapat norma-norma dan tata cara beriklan yang baik, agar iklan tersebut bukannya menguntungkan bagi perusahaan tetapi malah merugikan bagi perusahaan. Seperti tidak menggunakan yang sopan, atau menyinggung orang, dll. Untuk itu, diperlukan sebuah norma dan tata cara beiklan yang baik. Berdasarkan kajian diatas penulis mengambil judul yang akan dijelaskan dalam penulisan ini yang berjudul “Iklan Dalam Etika Dan Estetika”.

1.2.  Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini :
·         Bagaimana etika dalam beriklan ?
·         Bagaimana estetika dalam beriklan ?

1.3.  Batasan masalah

Dalam penulisan ini penulis membatasi masalah iklan dalam etika dan estetika

1.4.  Tujuan Penulisan

Mencari tahu tentang bagaimana seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1.  Pengertian Iklan

Iklan atau bahasa Inggrisnya advertising merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan barang atau jasa yang ditawarkan kepada calon pelanggan atau konsumen sekaligus mengajak calon pembeli untuk memiliki barang yang ditawarkan.
Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini iklan dapat dilakukan dengan melalui televisi, media cetak, reklame, advertising agency, dan masih banyak lagi. Lalu apakah tujuan dalam beriklan ?

Ada banyak sekali tujuan beriklan diantaranya adalah :
·         Menciptakan Awareness
·         Membangun Pengetahuan
·         Membangaun Persepsi
·         Pembelian (purchase)
·         Membangun Loyalitas Konsumen



Nah, itulah tujuan beriklan, tidak hanya tujuan beriklan saja, ternyata iklan juga memiliki banyak manfaat diantaranya adalah :
·         Mengingatkan konsumen dan prospek konsumen
·         Mengenai manfaat dari produk atau jasa yang ditawarkan
·         Membangun dan mempertahankan identitas perusahaan
·         Meningkatkan reputasi perusahaan
·         Mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak
·         Menarik konsumen baru untuk mengganti konsumen yang hilang
·         Membantu meningkatkan penjualan
·        Mempromosikan dan memperkenalkan bisnis ke konsumen, investor, dan pihak-pihak lainnya.

Manfaat iklan yang terbesar adalah membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak ramai. Nilai ekonomis suatu iklan sangat tergantung pada daya jangkau media yang digunakan. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi konsumennya.
Iklan-iklan yang secara gagah tampil dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang menarik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya bonafid dan produknya bermutu.
Mungkin bagi Anda yang ingin membuat sebuah iklan tentang barang atau jasa yang Anda tawarkan sebaiknya buatlah iklan yang menarik dan unik agar para calon pelanggan tertarik untuk membeli barang atau jasa yang Anda tawarkan.
Selain itu Anda dapat meyewa sebuah advertising periklanan yang akan membantu  dalam memasarkan iklan Anda, Biasanya dalam sebuah advertising agency pasti mereka sudah memiliki banyak pengalaman dalam memasarkan sebuah iklan.

2.1.1. Fungsi Periklanan

1.      Iklan sebagai pemberi informasi
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen, ada 3 pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas informasi yang disampaikan sebuah iklan:
  • Produsen yang memiliki produk tersebut
  • Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif dan sebagainya.
  • Bintang iklan
Perkembangan dimasa yang akan datang, iklan informatif akan lebih digemari, karena:
  • Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengukapkan kenyataan secara sebenarnya
  • Masyarakat sudah bosan atau muak dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu produk
  • Peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
2.     Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
       Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan model iklan yang manipulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk menggiring konsumen membeli produk tersebut. Karena itu model iklan ini juga disebut sebagai iklan manipulatif.

2.2. Pengertian Etika

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan bentuk jamaknya yaitu ta ethaEthos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :

1.     nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2.    kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh: Kode   Etik Jurnalistik
3.      ilmu tentang yang baik atau buruk.

2.2.1. Jenis-jenis Etika

1.      Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat] Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:
  • Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
  • Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
2.      Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Tuhan.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.

2.3.  Pengertian Estetika

Etika Secara Umum :
 Âµ  Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
 Âµ  Tidak memicu konflik SARA
 Âµ  Tidak mengandung pornografi
 Âµ  Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
 Âµ  Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
 Âµ  Tidak plagiat

Estetika adalah Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis, estetis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan tersebut.
Estetis adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan terebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1  Metode Penelitian
Metode penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan dan tujuan masalah. Data yang digunakan penulisan ini menggunakan data sekunder. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.

BAB IV
PEMBAHASAN

Untuk membuat konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki etika, baik moral maupun bisnis.
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (KBBI)
         Ciri-ciri iklan yang baik
         Etis: berkaitan dengan kepantasan.
         Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
         Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.

Contoh Penerapan Etika
         Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang merokok.
    Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
         Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang mandi secara utuh.

Etika Pariwara Indonesia (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.

Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan: Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a)  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.

BAB V
KESIMPULAN
5.1  Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, banyak sekali tentang etika periklanan. Jadi setiap peruhasaan harus memperhatikan setiap detil dalam etika tersebut dalam melakukan kegiatan periklanan produk mereka dengan juga memasukkan hak-hak konsumen dalam iklan tersebut.

5.2  Saran
Untuk pebisnis yang igin melakukan kegiatan periklanannya sebaiknya melihat terlebih dahulu etika beriklan yang baik, dengan memasukkan hak-hak konsumen. Agar tidak menjadi sebuah kerugian bagi perusahaan tersebut.
  
DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar