Abstrak
Salah satu cara yang dilakukan sebuah
perusahaan untuk menjual produknya adalah dengan promosi, dengan adanya promosi
dari perusahaan tersebut, maka masyarakat bisa mengenal produk yang ditawarkan
atau dijual oleh perusahaan tersebut. Promosi bisa dilakukan dengan berbagai
macam cara, salah satunya yaitu dengan iklan. Sebuah perusahaan untuk
mempromosikan produknya, iklan dibuat dengan dramatis sehingga menonjolkan
kelebihan dari produknya saja dan iklan tersebut ditayangkan tidak bisa hanya
untuk target marketnya saja baik secara khusus dan langsung, tetapi pasti
ditonton atau dilihat oleh banyak kalangan yaitu dengan seluruh masyarakat
bahkan yang bukan target marketnya. Tujuan penulisan tugas ini adalah untuk
mengetahui prinsip-prinsip moral yang perlu dalam iklan dan untuk mengetahui
contoh iklan yang berkaitan dalam etika. Dari hasil penelitian diketahui bahwa
iklan mempunyai unsur promosi, merayu konsumen, iklan ingin mengiming-imingi
calon pembeli, karena itu bahasa periklanan mempergunakan retorika sendiri.
Masalah manipulasi yang utama berkaitan dengan segi persuasive dari iklan (tapi
tidak terlepas juga dari segi informatifnya), karena dimanipulasi, seseorang
mengikuti motivasi yang tidak berasal dari dirinya sendiri, tapi ditanamkan
dalam dirinya dari luar. Maka di dalam bisnis periklanan perlulah adanya
kontrol tepat yang dapat mengimbangi kerawanan tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya,
setiap produsen akan mecoba unutk memperkenalkan produk yang mereka buat itu
agar dikenal dan membuat masyarakat berminat akan produk yang meereka buat itu.
Inilah yang disebut iklan. Iklan merupakan salah satu media yang efektif bagi
setiap perusahaan dalam memperkenalkan produknya itu. Dalam beriklan juga
terdapat norma-norma dan tata cara beriklan yang baik, agar iklan tersebut
bukannya menguntungkan bagi perusahaan tetapi malah merugikan bagi perusahaan.
Seperti tidak menggunakan yang sopan, atau menyinggung orang, dll. Untuk itu,
diperlukan sebuah norma dan tata cara beiklan yang baik. Berdasarkan kajian
diatas penulis mengambil judul yang akan dijelaskan dalam penulisan ini yang
berjudul “Iklan Dalam Etika Dan Estetika”.
1.2. Perumusan
Masalah
Perumusan
masalah dalam penelitian ini :
·
Bagaimana etika dalam beriklan ?
·
Bagaimana estetika dalam beriklan ?
1.3. Batasan masalah
Dalam penulisan
ini penulis membatasi masalah iklan dalam etika dan estetika
1.4. Tujuan Penulisan
Mencari tahu tentang bagaimana
seharusnya produsen mempromosikan suatu produk barang atau jasa kepada konsumen
dilihat dari sisi kepentingan perusahaan dan hak-hak konsumen.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Iklan
Iklan atau
bahasa Inggrisnya advertising merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk
memperkenalkan barang atau jasa yang ditawarkan kepada calon pelanggan atau
konsumen sekaligus mengajak calon pembeli untuk memiliki barang yang
ditawarkan.
Seiring dengan
kemajuan teknologi saat ini iklan dapat dilakukan dengan melalui televisi,
media cetak, reklame, advertising agency, dan masih banyak lagi. Lalu
apakah tujuan dalam beriklan ?
Ada banyak
sekali tujuan beriklan diantaranya adalah :
·
Menciptakan Awareness
·
Membangun Pengetahuan
·
Membangaun Persepsi
·
Pembelian (purchase)
·
Membangun Loyalitas Konsumen
Nah, itulah
tujuan beriklan, tidak hanya tujuan beriklan saja, ternyata iklan juga memiliki
banyak manfaat diantaranya adalah :
·
Mengingatkan konsumen dan prospek konsumen
·
Mengenai manfaat dari produk atau jasa yang ditawarkan
·
Membangun dan mempertahankan identitas perusahaan
·
Meningkatkan reputasi perusahaan
·
Mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak
·
Menarik konsumen baru untuk mengganti konsumen yang hilang
·
Membantu meningkatkan penjualan
· Mempromosikan dan memperkenalkan bisnis ke konsumen,
investor, dan pihak-pihak lainnya.
Manfaat iklan
yang terbesar adalah membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada
khalayak ramai. Nilai ekonomis suatu iklan sangat tergantung pada daya jangkau
media yang digunakan. Iklan membantu produsen menimbulkan kepercayaan bagi
konsumennya.
Iklan-iklan
yang secara gagah tampil dihadapan masyarakat dengan ukuran besar dan logo yang
menarik menimbulkan kepercayaan yang tinggi bahwa perusahaan yang membuatnya
bonafid dan produknya bermutu.
Mungkin bagi
Anda yang ingin membuat sebuah iklan tentang barang atau jasa yang Anda
tawarkan sebaiknya buatlah iklan yang menarik dan unik agar para calon pelanggan
tertarik untuk membeli barang atau jasa yang Anda tawarkan.
Selain itu Anda
dapat meyewa sebuah advertising periklanan yang akan membantu dalam
memasarkan iklan Anda, Biasanya dalam sebuah advertising agency pasti mereka
sudah memiliki banyak pengalaman dalam memasarkan sebuah iklan.
2.1.1. Fungsi Periklanan
1.
Iklan sebagai pemberi informasi
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada
konsumen, ada 3 pihak yang terlibat dan bertanggung jawab secara moral atas
informasi yang disampaikan sebuah iklan:
- Produsen yang memiliki produk tersebut
- Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif dan sebagainya.
- Bintang iklan
Perkembangan dimasa yang akan datang, iklan informatif akan lebih
digemari, karena:
- Masyarakat semakin kritis dan tidak lagi mudah dibohongi atau bahkan ditipu oleh iklan-iklan yang tidak mengukapkan kenyataan secara sebenarnya
- Masyarakat sudah bosan atau muak dengan berbagai iklan yang hanya melebih-lebihkan suatu produk
- Peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan.
2.
Iklan sebagai pembentuk pendapat umum
Dalam hal ini fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang
berusaha mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah
untuk menarik konsumen untuk membeli produk itu. Caranya dengan menampilkan
model iklan yang manipulatif, persuasif, dan tendensius dengan maksud untuk
menggiring konsumen membeli produk tersebut. Karena itu model iklan ini juga
disebut sebagai iklan manipulatif.
2.2. Pengertian
Etika
Istilah Etika berasal
dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethossedangkan
bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari
bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang
oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukanatau ilmu tentang adat
kebiasaan (K.Bertens, 2000).
K. Bertens
berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut
dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena
arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan
susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma
moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika
orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan
dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu
melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam
hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas
atau nilai moral. Yang dimaksud
di sini adalah kode etik. Contoh: Kode Etik
Jurnalistik
3. ilmu tentang
yang baik atau buruk.
2.2.1.
Jenis-jenis Etika
1.
Etika Filosofis
Etika filosofis
secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan
berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika
sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat. Etika
termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari
filsafat] Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat
etika:
- Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
- Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan uji.
2. Etika
Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika
secara umum. Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang
bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi
kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika
Kristen, misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang
kesusilaan bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi
Karena itu, etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden
dan etika teosentris Etika teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan
etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak
dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan
manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak Tuhan.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini,
antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.
2.3. Pengertian
Estetika
Etika Secara
Umum :
µ
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang
diiklankan
µ
Tidak memicu konflik SARA
µ
Tidak mengandung pornografi
µ
Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
µ
Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan
sebagainya.
µ
Tidak plagiat
Estetika adalah Berkaitan dengan keindahan, seni. Selain etis,
estetis iklan juga harus mengandung daya tarik seni, estetika. Agar iklan
itu mach, dan tidak membosankan selain itu iklan dengan estetika
yang baik, juga akan mengundang daya tarik khalayak (desire) untuk
memperhatikan iklan tersebut dan kemudian melakukan action membeli dan
menggunakan produk tersebut.
Etis adalah berkaitan dengan kepantasan, Apakah iklan itu
pantas untuk ditayangkan? secara etika memang iklan harus ah memuat sesuatu
yang jujur tapi bukan berarti lalai dengan ke-etis-an iklan
tersebut.
Estetis adalah berkaitan dengan kelayakan, kepada siapa iklan
itu ditujukan siapa target marketnya, siapa target audiennya, kapan iklan
terebut harus ditayangkan. Produsen rokok selalu menayangkan iklannya pada
waktu-waktu dimana anak kecil sudah tidur. Ya.. Memang harus demikian, karena
iklan itu hanya ditujukan untuk orang dewasa.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1 Metode
Penelitian
Metode
penelitian ini menacari informasi dari berbagai sumber untuk menjawab rumusan
dan tujuan masalah. Data yang digunakan penulisan ini menggunakan data
sekunder. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti
dari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan kedua). Data
sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik
(BPS), buku, laporan, jurnal, dan lain-lain.
BAB IV
PEMBAHASAN
Untuk membuat
konsumen tertarik, iklan harus dibuat menarik bahkan kadang dramatis. Tapi
iklan tidak diterima oleh target tertentu (langsung). Iklan dikomunikasikan
kepada khalayak luas (melalui media massa komunikasi iklan akan diterima oleh
semua orang: semua usia, golongan, suku, dsb). Sehingga iklan harus memiliki
etika, baik moral maupun bisnis.
Etika adalah
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral (KBBI)
Ciri-ciri iklan yang baik
Etis: berkaitan dengan kepantasan.
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market,
target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik
khalayak.
Contoh
Penerapan Etika
Iklan rokok: Tidak menampakkan secara eksplisit orang
merokok.
Iklan pembalut wanita: Tidak memperlihatkan secara
realistis dengan memperlihatkan daerah kepribadian wanita tersebut
Iklan sabun mandi: Tidak dengan memperlihatkan orang
mandi secara utuh.
Etika Pariwara
Indonesia (EPI)
(Disepakati
Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa
etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi
Iklan
1. Hak
Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin
tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2.
Bahasa: (a) Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami
oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang
dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan
iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti
“paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“. (c) Penggunaan
kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang
otentik. (d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh
produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama
Indonesia, atau lembaga yang berwenang.
3. Tanda
Asteris (*): (a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk
menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang
kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun
tentang ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh
digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu
pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan
Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya”
atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk
tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian
Kata “Gratis”: Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh
dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain.
Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan
jelas.
6. Pencantum
Harga: Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus
ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan
diperolehnya dengan harga tersebut.
7.
Garansi: Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu
suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji
Pengembalian Uang (warranty): (a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut
harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau
kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b)
Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah
diiklankannya.
9. Rasa Takut
dan Takhayul: Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut,
maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan
positif.
10. Kekerasan: Iklan
tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang
merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11.
Keselamatan: Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan
segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang
diiklankan.
12.
Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan tidak boleh menampilkan atau
melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang
bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar
sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13.
Hiperbolisasi: Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan
sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau
tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang
disasarnya.
14. Waktu
Tenggang (elapse time): Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari
penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya
rentang waktu tersebut.
15. Penampilan
Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau
perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan
Uang: (a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah
sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan
pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh menampilkan
uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan
cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan
uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih. (d)
Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang
dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian
Konsumen (testimony): (a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas
nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat
luas. (b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami,
tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus dapat
dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen
tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga
penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun
harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran
(endorsement): (a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus
terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran
hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga,
kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19.
Perbandingan: (a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya
terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b)
Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan
waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset
tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi
penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan
pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20.
Perbandingan Harga: Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan
kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau
penalaran yang memadai.
21.
Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung
maupun tidak langsung.
22.
Peniruan: (a) Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk
pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun
menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide
dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam
pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau
subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi
maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b) Iklan tidak boleh
meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu
iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah
Ilmiah dan Statistik: Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah
ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang
berlebihan.
24. Ketiadaan
Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya
produk yang diiklankan tersebut.
25.
Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan
masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi
dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas
dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak
Anak-anak: (a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh
menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani
mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan
mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu
siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual,
bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan
kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas, banyak sekali tentang etika periklanan. Jadi setiap
peruhasaan harus memperhatikan setiap detil dalam etika tersebut dalam
melakukan kegiatan periklanan produk mereka dengan juga memasukkan hak-hak
konsumen dalam iklan tersebut.
5.2 Saran
Untuk pebisnis
yang igin melakukan kegiatan periklanannya sebaiknya melihat terlebih dahulu
etika beriklan yang baik, dengan memasukkan hak-hak konsumen. Agar tidak
menjadi sebuah kerugian bagi perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar